Fenomena 'wani piro' ini juga merambah ke lapangan hijau. Klub-klub besar dan kaya berlomba-lomba menggerojokkan uangnya. Mereka berharap dengan hal itu bisa mendapatkan pemain-pemain kelas atas dengan kemampuan nomor wahid. Ujung-ujungnya, apalagi kalau bukan trofi yang mereka harapkan.
Namun, apakah hanya dengan segepok uang semata, klub-klub berlabel gudang uang itu bisa mendapatkan pemain buruannya secara utuh? Ternyata belum tentu. Sejarah mencatat, uang memang bisa mendatangkan pemain-pemain bintang. Namun, untuk membuat mereka memberikan kemampuan terbaik mereka? Nanti dulu. Ada banyak faktor yang terkait.
Tak bisa dipungkiri, meski berlabel profesional, pemain bintang juga manusia biasa. Mereka juga memiliki perasaan. Mereka manusia biasa yang juga bisa disentuh melalui hati.
Lihat saja sejarah Bryan Robson ketika akan bergabung dengan Manchester United di medio 1981. Saat itu, West Brom berusaha untuk memagari kepindahannya dari klub tersebut. Kontrak bernilai fantastis telah mereka siapkan untuk mengikat Robbo. Namun, pemain kelahiran 11 Januari 1957 ini bergeming. Dia telah bertekad untuk mengikuti sang manajer, Ron Atkinson, yang pergi ke Old Trafford.
Terlepas dari nilai transfer fantastis yang dia dapatkan saat itu, Robbo mengaku kepindahannya lebih disebabkan karena dia berutang budi pada Atkinson. Pelatih berjuluk Big Ron ini, disebut Robbo, telah memberinya kepercayaan untuk tampil di tim utama, meski dia kerap dibekap cedera. Di United, Robbo membuktikan rasa cinta dan hormatnya pada Big Ron. Dia selalu bermain total demi menjaga kepercayaan yang diberikan Atkinson.
Selain Robbo, masih banyak lagi pemain yang telah menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekedar mengatakan,"Wani piro?" Contoh mutakhir adalahLionel Messi. Dalam sebuah wawancara, Messi menegaskan bahwa hubungan percintaannya dengan Barcelona bukan hanya masalah uang ataupun status belaka. Pemain asal Argentina ini menyatakan bahwa dia banyak berutang budi pada Barca.
Ketika masih menjadi seorang anak kecil berusia 11 tahun di Rosario, Messi didiagnosis menderita kekurangan hormon pertumbuhan. Tertarik dengan bakat pemain kelahiran 24 Juni 1987 ini, Barcelona tidak hanya setuju untuk memboyong Messi ke Spanyol dan mengusahakan pengobatan terbaik baginya.
Bahkan, Direktur Olahraga Barca waktu itu, Carles Rexach, juga sepakat untuk memboyong juga Jorge Horacio Messi, ayah Lionel, untuk menemani anaknya menjalani proses pengobatan dan mengikuti pendidikan di Akademi La Masia.
Messi bukannya sosok yang tak tahu terima kasih. Dia telah membuktikannya. Tak hanya sekali dua dia menghadirkan gelar bagi Los Blaugrana. Bahkan Messi telah menjadi sosok Messiah bagi klub asal Catalan itu.
Inilah bukti bahwa seprofesional apapun para pesepakbola, mereka tetaplah manusia. Mereka bukanlah mesin-mesin mekanis yang hanya menuruti program. Mereka tetaplah sosok yang tidak hanya diprogram untuk mengatakan, "Wani piro." Mereka juga manusia yang mengerti arti utang budi.
Paling tidak, sampai kata "utang budi" dihapus dari kamus bahasa kita.