Berbagai macam ulasan teori soal taktik menaklukkan Barcelona kerap disampaikan. Di atas kertas, semua teori terlihat mudah dan bisa dilakukan. Namun, di lapangan, tidak banyak tim yang mampu menerapkannya meski rencana telah disusun matang.
Chelsea, yang belum pernah juara Eropa, salah satu dari sedikit tim yang mampu menerjemahkan imajinasi soal bagaimana meruntuhkan keperkasaan Barcelona. Permainan mereka saat memukul Barca 1-0 di Stamford Bridge pada laga putaran pertama semifinal Liga Champions, Kamis (19/4) dini hari WIB, mengingatkan taktik Inter Milan saat menyingkirkan klub Catalan itu di semifinal 2009/2010, soal bagaimana memenangkan laga tanpa harus menguasai bola.
Lihatlah statistik laga: Barcelona mencatat 72 persen penguasaan bola dengan menyelesaikan 782 passing berbanding 28 persen Chelsea dengan hanya 194 passing. Upaya Barcelona mencetak gol berjumlah 18 kali (enam kali tepat sasaran ke arah gawang) berbanding dengan upaya Chelsea yang hanya empat kali dan hanya satu tepat sasaran ke gawang tetapi menjadi gol. 1-0 untuk Chelsea!
Bagaimana cara memenangkan laga tanpa harus menguasai bola? Rumusan taktik itu pernah diulas kolumnis sepak bola Gabriele Marcotti dalam majalah Champions edisi Februari/ Maret 2011, yang merefleksi sukses Inter membekuk Barcelona di semifinal sebelum akhirnya menjuarai Eropa 2010.
Kunci sukses
Taktik itu bisa berjalan sukses dengan menghindari cara bertahan yang terlalu dalam, lalu mencegah untuk melakukan banyak pelanggaran. Bertahan terlalu dalam hanya akan mengundang lawan untuk terus menekan, yang satu-dua kesalahan bisa berisiko jebolnya gawang sendiri.
”Anda harus mampu menutup ruang gerak lawan seluas mungkin dan membatasi munculnya ancaman sebanyak mungkin,” demikian Roberto Di Matteo, pelatih sementara Chelsea, merumuskan taktik permainan timnya. ”Ini bukan soal lini pertahanan, melainkan usaha keras tim untuk tampil defensif.”
Pertahanan ”The Blues” telah disusun dari lini tengah. Chelsea bermain dengan tiga gelandang jangkar—Raul Meireles, Frank Lampard, dan John Obi Mikel— plus Juan Mata dan Ramires yang berposisi melebar. Lampard jarang naik dan lebih banyak beroperasi di area timnya.
Obi Mikel, yang biasa berperan gelandang bertahan untuk melapis lini belakang, justru sering naik untuk menetralisir sang maestro passing, Xavi Hernandez. Taktik ini, antara lain, yang membuat tiki-taka Barcelona mandul dan mejan.
Lionel Messi berhasil diisolasi dari rekan-rekannya. Ia terpaksa turun menjemput bola. Pada suatu momen jelang turun minum, ia kehilangan konsentrasi. Bola di kakinya direbut Lampard yang mengoper ke Ramires. Gelandang Brasil ini jauh dari jangkauan lawan sesama Brasil, Dani Alves, dan melepaskan umpan silang ke Didier Drogba yang genius menuntaskan menjadi gol kemenangan.
Plus-minus
Salah satu syarat suksesnya permainan tanpa menguasai bola yakni tidak boleh terlalu sering membuat pelanggaran. Perlu konsentrasi tinggi dan kemampuan mental dalam bertahan dari tekanan lawan. Pelanggaran hanya akan memberi kesempatan lawan mendapat tendangan bebas. Jika itu terjadi di kotak penalti, risikonya serius: tendangan penalti!
Pemain Chelsea tercatat melakukan 11 pelanggaran sepanjang 90 menit itu, tetapi hanya dua kartu kuning yang mereka kantongi. Bermain tanpa harus menguasai bola, di sisi lain, sebenarnya juga memberi keuntungan. Secara fisik, anggota tim tidak terlalu lelah meski secara mental mungkin meletihkan.
Bagaimana dengan laga putaran kedua di Nou Camp, Selasa depan? Pelatih Barcelona Pep Guardiola secara berterus terang mengakui, hanya gol yang dihitung dalam laga sepak bola, bukan sekadar penguasaan bola. Sudut pandang pragmatis ini mungkin memengaruhi cara bermain Barcelona pekan depan. Bagaimana hasilnya? Kita tunggu dramanya. sumber : kompas