Dulu memang tayangan liga Italia menjadi primadona siaran langsung sepakbola di tanah air, berbeda dengan sekarang dimana Liga Inggris menjadi pusat perhatian seluruh dunia.
Saya tidak akan membahas perihal bagaimana prestasi atau cara mereka bermain, beberapa diantara anda mungkin beranggapan kalau liga Italia cenderung bertahan dan membosankan, jumlah gol-golnya sedikit, terlalu sering bola out dan pelanggaran. Dibandingkan dengan liga Inggris yang temponya sangat cepat, bahkan partai antar sesama tim papan bawahpun akan sangat menghibur.
Dalam tulisan ini saya ingin membahas tentang suporter, iya suporter sepakbola, bukan penonton teater atau konser seriosa.
Suporter Inggris dikenal dengan julukan hooligan, nama ini sangat angker, dan berkonotasi rusuh.
Sejak jatuhnya korban jiwa beberapa puluh tahun lalu yang menimpa klub Inggris, nampaknya terjadi perubahan drastis dari karakter suporter liga Inggris. Anda mungkin setuju dengan saya bahwa suporter Liga Inggris, tidak terlihat seperti suporter dinegara lain seperti Italia, Spanyol, atau Jerman.
Mereka duduk dengan rapi, jarak dengan garis lapangan sangat dekat, sekalipun ada yang membawa bendera hanya bendera-bendera kecil dan sudah pasti minus kembang api, tabuh-tabuhan, terompet, apalagi petasan. Mungkin hanya warna klub mereka yang terbawa karena umumnya mereka manggunakan jersey klub ketika menonton.
Ini akan diperparah ketika musim dingin dimana semua penonton akan menggunakan mantel tebal yang ahirnya membuat suporter tim tuan rumah dan tim tamu tidak terlalu bisa dibedakan.
Jika dalam suatu pertandingan (misalnya) ada penyelamatan yang dilakukan oleh kiper dari sebuah tendangan bebas, maka seluruh stadion dari akan bertepuk tangan. Suporter tim yang bertahan akan bertepuk tangan untuk kelihaian kiper mereka melakukan saves, sementara suporter tim lawan akan bertepuk tangan untuk tendangan pemain mereka yang sangat mengancam tim lawan, sungguh menarik.
Lagi-lagi, ini lebih karena saya adalah penyuka tim AC Milan, buat saya, suporter AC Milan dan juga tim lainnya di Italia adalah suporter-suporter yang ‘keren’.
Salah satu contoh gambar saya upload dalam post ini; merupakan sebuah pertunjukan dari suporter mereka. Sebuah show yang menjadi bonus hiburan buat saya selain pertandingan itu sendiri. Curva Sud, atau tifosi kurva selatan stadion San Siro Milano, akan selalu membuat yang mereka sebut sebagai “koreografi” semacam itu.
Anda bisa google saja contoh-contoh lain koreografi dari Cuva Sud Milan ini. Sungguh sangat artistik, sebuah karya seni raksasa yang dilakukan oleh puluhan ribu orang. Jika anda pernah menyaksikan ‘derby Milan, antara AC Milan dan Inter Milan, koreografi ini dijadikan media “perang” bagi mereka, kubu tifosi Inter Milan akan menempati Curva Nord, atau kurva selatan tribun stadion San Siro, membuat koreografi tandingan.
Suara genderang bertabuh tanpa henti, nyanyian supporter sangat kencang bergemuruh terasa mengangkat emosi, bahkan buat saya yang hanya menyaksikan lewat televisi. Jika terjadi gol, gemuruh akan lebih keras, anda akan mendengar ledakan dan warna stadion akan berubah merah karena kembang api/asap yang mereka bakar, bendera-bendera raksasa akan berkibar, yang dipegang oleh tifosi-tifosi rossoneri yang banyak diantaranya menggunakan masker seperti demonstran atau pejuang Intifadha. Buat saya, mereka itulah SUPORTER sepakbola, iya suporter sepakbola, bukan penonton pertunjukan drama musikal.
So Bagaimana Menurut anda?