Ketika Davide Ballardini dipecat Cagliari, hari Minggu kemarin, ia menjadi pelatih ke-15 yang menjadi korban dalam kompetisi Serie A yang diikuti 20 tim pada musim ini.
Italia dengan cepat menjadi kuburan bagi para pelatih ketika para ketua klub semakin tidak sabar dengan keterpurukan tim mereka yang dilatih orang-orang yang sebelumnya dipercayakan untuk meningkatkan martabat tim mereka.
Hal sama dilakukan presiden Cagliari, Massimo Cellino yang baru memecat pelatih ketiganya dalam waktu kurang dari tujuh bulan ini.
Pada bulan Agustus, ketika kompetisi masih belum berlangsung, tim Sardinia itu dilatih mantan bos timnas Italia Roberto Donadoni, tetapi ia dipecat menyusul laga persahabatan pra-musim - yang sebenarnya dimenangi Cagliari - dan digantikan Massimo Ficcadenti.
Ficcadenti bekerja kurang dari tiga bulan, sebelum Ballardini menggantikannya tapi dalam empat bulan mantan pelatih Lazio itu dipecat dan Ficcadenti diminta kembali ke pos lamanya itu.
Ini menjadi masalah biasa di Italia, dimana para presiden klub melakukan kontrak dengan pelatih baru, padahal pelatih lama masih dalam ikatan kontrak dengan mereka.
Ini pula yang membuat para presiden klub dapat memanggil kembali pelatih lama mereka, karena mereka masih dalam ikatan kontrak, bila pelatih yang menggantikannya tiba-tiba didepak.
Contoh nyata adalah beberapa tahun lalu, bos Udinese, Francesco Guidolinempat kali keluar masuk Palermo antara 2004 sampai 2007.
Presiden Palermo, Maurizio Zamparini, dianggap sebagai presiden paling kejam di Italia setelah mengganti pelatih timnya lebih dari dua kali di satu musim dalam 10 tahun sejak ia membeli Palermo.
Situasi ini membuat ketua Asosiasi Pelatih Italia, Renzo Ulivieri amat galau.
"Ini benar-benar gila. Kami hidup pada periode dimana kami tidak menemukan ketenangan. Dan bila terjadi konflik, pihak yang paling lemah adalah pelatih," katanya kepada AFP.
Dengan dipecatnya Ballardini, berarti korban pergantian pelatih musim ini terbesar adalah di Italia, sedangkan Inggris (empat), Jerman (enam) dan Prancis (empat).
Saingan terdekat Italia hanya kompetisi La Liga Spanyol yang sudah melakukan sembilan kali pergantian pelatih.
Selain Cagliari, yang sedang mencari pelatih keempat musim ini, maka Palermo, Cesena dan Novara sudah sama-sama ditangani pelatih ketiga sedangkan enam klub lainnya memecat pelatih awal mereka musim kompetisi ini.
Rekor terakhir Cellino, sejak memecat Massimiliano Allegri - pelatih AC Milansaat ini, pada akhir musim 2009/10 karena posisinya dianggap sudah dibayangiRossoneri, kelihatannya suatu saat akan menyamai Zamparini.
Presiden Palermo yang amat kontroversial itu memiliki klub Venezia selama periode 1987-2002 dan dalam 25 tahun sebagai ketua ia mengganti pelatih sebanyak 45 kali!
"Sebagai ketua asosiasi, saya berterima kasih kepada Zamparini, karena ia sudah bertindak amat profesional. Bagi dia, merupakan hal biasa mengontrak tiga sampai empat pelatih dalam satu musim," sindir Ulivieri.
Musim ini, masalah pelatih di Italia menjadi ladang pekerjaan yang tidak menentu.
Donadoni dan Stefano Pioli di Palermo kehilangan pekerjaan sebelum kompetisi Serie A berputar, karena Pioli dianggap menadi biang keladi Rosanerotereliminasi dari kompetisi Liga Europa.
Gian Piero Gasperini hanya bertahan dalam lima pertandingan resmi di Inter Milan sebelum digantikan Claudio Ranieri. Namun masa depan mantan pelatih Chelsea dan Juventus itu pun menjadi ajang spekulasi hebat setelah Inter bertanding tanpa kemenangan dalam sembilan pertandingan, termasuk tujuh kekalahan tanpa gol.
Mungkin pemecatan paling menyakitkan dialami Attilio Tesser di Novara, setelah membawa klub kecil itu ke kompetisi level Serie A untuk pertama kalinya dalam 55 tahun.
Perlakuan terhadap penggantinya, Emiliano Mondonico malah lebih baik. Setelah menjalani operasi kanker perut, Mondonico masih mengikuti enam pertandingan lainnya, dan ketika itu timnya meraih lima poin, sebelum dipecat dan digantikan kembali oleh Tesser.
"Tidak manusiawi, 'Mondo' tidak melakukan hal buruk dan tidak pula jelek, tapi ia dipecat. Ini amat mengerikan," kata Ulivieri.
Menambah kehebohan tentang pelatih itu, ada pula semacam opera sabun yang terjadi di Lazio, ketika pelatih mereka Edy Reja mengajukan pengunduran diri sampai dua kali - dan keduanya ditolak - sehingga menimbulkan kritikan di media setempat termasuk dari pendukung mereka.