Resep Di Matteo Membangkitkan Chelsea

Roberto Di Matteo baru 6 Maret lalu memiliki wewenang penuh menangani kesebelasan Chelsea, tapi hasilnya sungguh luar biasa. Dengan 10 pemain, setelah John Terry dikeluarkan dari lapangan, anak asuhan Di Matteo sukses menghalangi Barcelona untuk mewujudkan targetnya menjadi klub pertama yang menjuarai Liga Champions 4 kali berturut-turut.

chelsea-logo

 Memang benar bahwa Di Matteo punya resep jitu menundukkan tim   Barcelona. Ia memadukan konsep pertahanan grendel alias cattenacio yang disertai serangan balik sangat cepat. Baik ketika mengalahkan Barca dalam putaran pertama maupun kedua laga semifinal Liga Champions, resep itu terbukti ampuh. Bahkan, di putaran kedua, Chelsea bermain hanya dengan 10 pemain. Tentu saja, ini hasil yang luar biasa.
Namun, tetap saja ada yang belum terjawab: bagaimana dalam waktu relatif singkat, pengganti sementara Andre Villas-Boas ini sanggup mengangkat kembali pamor Chelsea? Dua laga final yang menunggu The Blues, yakni final Piala FA dan final Liga Champions, adalah fenomena yang terlihat di permukaan. Begitu pula dengan hasil 15 pertandingan sejak awal Maret, di mana Chelsea kalah sekali, seri 4 kali, dan menang 10 kali.
Ada apa di balik hasil-hasil yang mencengangkan itu? Saya kira ada beberapa hal yang layak dipelajari dari cara Di Matteo menangani The Blues.
Pertama, ia fokus pada kekuatan tim. Karena itu ia memanfaatkan kembali pemain-pemain yang sebelumnya jarang diturunkan oleh Villas-Boas. Kelemahan memang ada di antara para pemainnya, tetapi dengan fokus pada eksplorasi kekuatan, The Blues sebagai sebuah tim menjadi lebih digdaya. “Mereka pemain besar dan kami harus memperoleh manfaat terbaik dari pemain-pemain ini,” kata Di Matteo, yang mempercayai kemampuan para pemainnya.
Kedua, Di Matteo memandang karakter para pemain sebagai kunci keunggulan Chelsea. Bermain di lapangan hijau, untuk memenangkan pertandingan masalahnya bukan hanya perkara beradu taktik, melainkan bagaimana para pemain mampu menunjukkan permainan yang berkarakter. Pemain-pemain Chelsea telah menunjukkan passion-nya saat ditangani Di Matteo dan bukan bermain sepakbola tanpa hati, bahkan di saat bermain bertahan dalam pertandingan melawan Barcelona.

Ketiga, Di Matteo berhasil membangkitkan kepercayaan dan harga diri skuad The Blues yang koyak karena sering kalah. Ia agaknya berhasil mengingatkan kembali pemain-pemainnya bahwa mereka adalah ujung tombak dari sebuah klub besar dan menjuarai Liga Primer sebelum Manchester United merebutnya. Perkataan Peter Cech seusai bertanding dalam putaran kedua semifinal Liga Champions menggambarkan hal itu: “Perjuangan kami benar-benar fantastis. Kami memberikan 150 persen, dan kami mendapatkan imbalannya.”
Keempat, sebagai mantan pemain Chelsea, Di Matteo dekat dengan pemainnya dan tahu persis bagaimana perasaan mereka menjadi tim yang sering kalah. Karena itu, pemain The Blues menaruh hormat dan kepercayaan kepada Di Matteo. John Terry, kapten Chelsea, pernah mengatakan bahwa posisi kepelatihan Di Matteo seharusnya dipermanenkan.
Kelima, Di Matteo berhasil membangun kembali teamwork di dalam kesebelasan The Blues. Masing-masing pemain memiliki kekuatan dan kelemahan. Dengan saling mengisi, teamwork dapat dibangun. Pendekatan Di Matteo sebagai mantan pemain Chelsea sangat berperan dalam memahami situasi batin para pemainnya, dan inilah yang menolong pelatih dalam menyatukan kembali kesenyawaan tim (team chemistry), termasuk pemain-pemain yang duduk di kursi cadangan.
Keenam, pelatih kelahiran Swiss dan berkebangsaan Italia ini mengingatkan tujuan mereka bergabung ke dalam Chelsea dan berhasil memompakan kembali semangat untuk meraih tujuan itu. “Mereka tahu target yang harus kita capai,” ujar Di Matteo. Inilah yang membuat tim selalu berusahaa agar tetap berada di jalur menuju target tersebut. Di Matteo juga selalu mengingatkan pemainnya untuk fokus bermain dan mencetak gol dalam setiap pertandingan.
Apabila The Blues sukses meraih tropi Piala FA dan Liga Champions Mei nanti, maka ini akan menjadi hadiah ulang tahun yang fantastis bagi Di Matteo yang mencapai usia 41 tahun, 29 Mei mendatang. Kedua tropi itu layak menjadi penghormatan untuk keberhasilannya “memantulkan kembali” Chelsea dari keterpurukan–sebuah pelajaran manajemen yang berharga pula.